oleh: Ustaz Moh. Achyat Ahmad
Tentunya, setiap orang menginginkan bagaimana sekiranya ia
bisa hidup di dunia dengan penuh kedamaian, ketenangan, ketenteraman,
kenikmatan, kebahagiaan, dan hal-hal lain yang menyenangkan, jauh dari setiap
kesusahan, kesedihan, malapetaka, kesengsaraan, rasa sakit, dan setiap hal yang
tidak menyenangkan.
Namun faktanya ternyata tidak demikian, dan yang terjadi
justru adalah hal yang sebaliknya. Bahwa tidak satupun orang yang hidup di
dunia, melainkan ia akan merasakan suka juga duka, kehidupan dan kenikmatan,
kesejahteraan juga kesengsaraan, kebahagiaan dan penderitaan, kesuksesan dan
kegagalan, dan seterusnya.
Hal ini terjadi karena memang sudah fitrah kehidupan dunia
yang ditetapkan oleh Allah I, yakni sunnatullah yang tidak akan
bisa diubah atau diganti selama-lamanya, sebagaimana yang telah dinyatakan
dalam firman-Nya: “Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 35).
Pada tempat lain dalam al-Quran, Allah I juga berfirman yang artinya: “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah
[2]: 155).
Kemudian, jika hukum alam yang ditetapkan Allah I di dunia ini (sunnatullah)
adalah sedemikian, lalu apa hikmah yang ada di balik itu? Hal ini penting untuk
kita ketahui agar kita bisa menghadapi dua macam warna kehidupan dunia itu dengan
baik dan benar. Karena keliru dalam menyikapi keduanya, akan menjebak kita pada
malapetaka dan kecelakaan yang abadi. Na’ûdzubillâh min dzâlik.
Hikmah pertama adalah, bahwa manusia merupakan makhluk yang
diistimewakan oleh Allah I dengan dianugerahi kebebasan dalam
melakukan apa yang diinginkan. Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh
makhluk-makhluk lian, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan
planet-planet, gunung-gunung, lautan, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, dan seluruh
benda-benda mati; mereka semua tidak memiliki kebebasan dan pilihan apapun
dalam segala apa yang mereka lakukan dan segenap apa yang terjadi pada diri
mereka.
Namun di samping kebebasan itu, Allah menimpakan pada manusia
hal-hal yang ada di luar batas kemampuan, kebebasan dan pilihannya. Artinya
sekalipun mereka memiliki kebebasan dan pilihan, mereka tak bisa menghindar
dari hal yang tidak menyenangkan ini, seperti tertimpa musibah, kehilangan,
terjatuh, tabrakan, sakit, meninggal dunia, dan segenap hal lain yang tak
pernah diinginkan terjadi pada manusia, namun manusia takkan pernah bisa
menghindarinya.
Dengan kenyataan seperti itu, maka manusia akan menyadari
sifat ketidak-mampuan, kelemahan, dan kehambaannya; bahwa sekalipun mereka
memiliki kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan, taat atau maksiat,
melakukan kebaikan atau keburukan, dan pilihan-pilihan yang ada dalam kuasanya,
namun tetap ada begitu banyak hal yang tidak ada dalam kuasa dan kendalinya,
yang semuanya menunjukkan bahwa ia tetaplah merupakan seorang hamba yang tidak
punya daya dan upaya apa-apa. Segala daya dan upaya pada hakekatnya hanya milik
Allah I.
Hikmah kedua dari
adanya suka-duka dalam kehidupan dunia ini adalah, bahwa Allah I menjadikan dunia ini sebagai rumah taklîf, yakni tempat di
mana manusia diberi beban-beban yang memberatkan pada dirinya, baik dengan cara
diwajibkan untuk melakukan segala apa yang tidak mereka senangi, maupun
dilarang untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya sangat mereka sukai.
Sebagai rumah taklîf,
tentu saja mengharuskan kehidupan dunia ini untuk diisi dengan warna-warna yang
tidak menyenangkan, berupa segalam macam cobaan dan ujian yang memberatkan.
Karena jika kehidupan dunia ini hanya diisi dengan kenikmatan, kebahagiaan,
ketenteraman, dan segala hal yang menyenangkan saja, tentu manusia tidak akan
pernah mengharapkan surga dan tak pernah mencita-citakan alam akhirat yang
kekal.
Namun karena
dunia ini penuh cobaan dan rintangan, maka manusia akan menyadari bahwa
kehidupan dunia ini bukan kehidupan yang abadi; dunia hanya tempat menanam dan
mengumpulkan bekal menuju kehidupan akhirat yang abadi. Kehidupan dunia hanya
sebentar, sama seperti orang yang melakukan perjalanan yang tentu hanya
sementara, untuk kemudian sampai ke tempat tujuan dan hidup selamanya di sana.
hi good dcdv
BalasHapushi good and helpful information.good job
BalasHapushttps://www.rknaidunia.com/
good info wwww.techereview.in
BalasHapus