2 Comment

Habib, Mubalig Pasuruan yang terkenal tegas

لَا يَكْمُلُ حَالُ الدَّاعِي اِلَى الله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَتَّى يَكُوْنُ قَوْلُهُ وَفِعْلُهُ حُجَّةً عَلَى جَمِيْعِ الْمًؤْمِنِيْنَ“Belumlah sempurna haliyah seorang dai-yang mengajak kembali ke jalan Allah sang penguasa alam semesta-sehingga perbuatan dan ucapannya menjadi hujjah bagi seluruh orang mukmin.”(Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad)

Seperti malam-malam jumat sebelumnya, sekelompok santri lebih memilih duduk rapi di serambi masjid daripada ngobrol ngalor-ngidul di Selatan sungai, meskipun malam itu memang malam libur. Mereka memilih duduk di sana menunggu untaian mutiara dan cahaya yang akan disampaikan di malam itu. Oleh salah seorang dzurriyah Rasulullah saw yang begitu mereka cintai, Habib Taufiq bin Abdul Qodir as-Segaf, dai kharismatik asal Pasuruan yang dikenal cukup tegas dalam menyuarakan kebenaran.
Dalam majelis itu Habib Taufiq mengkaji sebuah karya fenomenal dari seorang dai ilallah asal Yaman, Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad-yang lebih dikenal dengan shahibu Ratibul Haddad. Karya itu adalah kitab al-Hikam. Berisikan kutipan-kutipan kalam hikmah yang dalam kandungan maknanya, serta cukup sulit untuk dipahami sendiri.
Kajian malam itu sampai pada kalam hikmah ke-29, berisikan kutipan kalam hikmah yang telah saya tulis di atas. Dalam penjelasannya beliau mengatakan bahwasannya berbahaya bagi orang mukmin untuk tidak mengikuti petunjuk yang diutarakan oleh seorang dai yang perbuatannya sudah sama dengan ucapannya. Hal itu diisyaratkan oleh redaksi “حُجَّةً عَلَى جَمِيْعِ الْمًؤْمِنِيْنَ”.
Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan bahwa dakwah tidak melulu dilakukan dari mimbar ke mimbar. Dakwah ada tiga macam; dengan ucapan (termasuk tulisan), dengan perbuatan (af’al), serta dengan hal, mengenai dakwah denga hal beliau mencontohkan seorang guru yang selalu mendoakan para muridnya, mengetuk pintu langit di sepertiga malam terakhir, mengemis pada Sang penguasa jagad agar memberi ilmu manfaat kepada para muridnya.
Dalam kesempatan itu beliau juga sempat menyitir sebuah hadis;
يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ الزَّمَانٍ عُبَّادٌ جُهَّالُ , وَعُلَمَاءٌ فُسَّاقٌ (رواه البيهقي)
“Akan datang di akhir zaman nanti para ahli ibadah yang bodoh, dan para ulama yang fasik”  (HR. Baihaqi)
Beliau menjelaskan bahwa hadis itu benar-benar telah terjadi di zaman ini, beliau mencontohkan عُبَّادٌ جُهَّالُ dengan orang-orang yang mengajak beribadah kepada Allah, namun dia sendiri tidak tahu halal-haram; dakwah dengan musik yang diharamkan oleh Allah, zikir akbar hingga jam 2 malam, namun salat subuhnya jam 8 pagi, sholawat bersama namun jistru jadi ikhtilat bersama, bahkan juga orang yang mengadakan maulid dengan uang haram, berdalih, “Gak papa! Kan buat maulid! Cinta Rasul!”.
Beliau juga mengajak kepada para calon dai, agar juga berkaca dan selalu memperbaiki diri, sehingga perbuatannya bisa sama dengan ucapan dakwahnya (يوافق قوله فعله). Beliau mengibaratkan dai yang hanya bisa mengajak pada kebaikan-sedang dirinya sendiri tidak melakukan kebaikan- dengan seorang ustadz yang menyuruh santri-santrinya membersihkan wc, sedangkan dirinya sendiri tidak cebok. Kan lucu.
Di akhir pertemuan beliau mengajak para hadirin untuk selalu ber-irtibath pada Nabi Muhammad saw. Selalu ingat pada Beliau dalam keadaan apapun, dan selalu berusaha meneladai tingkah laku beliau. Wallahu A’lam.

Rep: Binkhozin
Penulis: Mustafid Ibnu Khozin

Posting Komentar

  1. Maju, Ayo MAju, Ayo terus maju..... Singkirkanlah kebodohan itu.....
    Demi meraih sebuah mimpi.... Ridho Masyayikh Sidogiri...

    BalasHapus

 
Top