وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلاَتَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ اْلجَاهِلِيَّةِ الْأُوْلَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab [33]:33)
Ayat ini menjelaskan tentang berhias yang dilarang syariat, yakni
berhias ala Jahiliyah. Yang dimaksud dengan Jahiliyah di sini tidak hanya
Jahiliyah (kafir)—yang dalam sejarah banyak dikisahkan—pernah merajalela saat
sebelum terutusnya Rasulullah saw. Jahiliyah yang dimaksud adalah juga mencakup
terhadap Jahiliyah setelah terutusnya Rasulullah saw, sebagaimana yang telah
banyak terjadi di zaman sekarang.
Adanya berbagai bentuk kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan yang
menyimpang dari norma-norma agama merupakan indikasi bahwa kita sebenarnya
tengah berada dalam kehidupan Jahiliyah. Tak terkecuali dalam masalah berhias
dan berpakaian, yang sepertinya saat ini tengah menjadi trend masyarakat post
modern seperti sekarang. Tak sedikit dari apa yang dikenakan melanggar
rambu-rambu syari’at.
Maka dari itu, dalam berhias dan memperindah diri, bagi orang
Islam, seharusnya yang lebih diutamakan adalah masalah kesopanan, menutup
aurat, kerapian dan tidak terkesan berlebih-lebihan. Tujuannya tiada lain, agar
sesuai dengan apa yang telah diperintah oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Terkait dengan masalah penampilan dan berpakaian, ada suatu Hadis
yang menceritakan sahabat yang sowan (berkunjung) kepada
Rasulullah Saw. dengan mengenakan pakaian yang jelek. Melihatnya,
Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah engkau memiliki harta?”
sahabat tersebut menjawab, “Iya”. Rasulullah Saw. melanjutkan
pertanyaan, “Dari mana engkau mendapatkan harta itu?” “Allah telah
memberiku (harta berupa) unta, kambing, kuda, dan budak.” Jawab sahabat.
Mendengarnya, Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah memberimu
harta, maka tampakkanlah bekas (hasil/manfaat) nikmat dan kemurahan yang telah
Allah berikan kepadamu itu.” (HR. Abu Dawud).
Dalam Hadis lain Rasulullah Saw. pernah bersabda kapada
para shahabat, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat sifat
riya’.” Kemudian ada yang bertanya tentang orang yang mengenakan pakaian
indah, sandal mewah, dan surban yang mahal. Apakah orang itu telah riya’ karena
berpenampilan melebihi yang lainnya. Rasulullah Saw. menjawab, “Belum
tentu, karena Allah itu Maha Indah dan senang pada keindahan. Yang dimaksud
riya’ adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR.
Bukhari-Muslim).
Nah, dari kedua Hadis di atas, kita dapat memahami jika Rasulullah Saw. sangatlah
menganjurkan kepada umatnya untuk tampil bersih, rapi, dan indah. Sebab dengan
hal tersebut, seseorang bisa tampil lebih percaya diri, sehingga nyaman saat
bergaul serta berinteraksi dengan yang lain. Namun, yang lebih peting untuk
dicamkan adalah tidak menyimpang dari tuntunan syariat.
Kendati demikian, jika dikaitkan dengan realitas kehidupan
sehari-hari, anjuran Rasulullah Saw. kepada umatnya untuk
berpenampilan baik itu bersifat kondisional, fleksibel dan relatif. Disesuaikan
dengan kondisi dan situasi serta profesi sehari-hari. Tidak harus terpaku pada
satu model saja, asalkan tidak untuk sekadar bergaya, pamer kekayaan, apalagi
menyombongkan diri.
Juga yang terpenting, dari penampilannya itu tidak memancing
rangsangan orang lain atau terkesan menggoda. Inilah hakikat yang dimaksud dari
firman Allah swt di atas. Sebab, hal itu merupakan prilaku Jahiliyah yang
dilaknat oleh Allah swt. Wallâhu
a’lam.
Terima kasih Admin... telah mengingatkan generasi Muslim milenial... semoga semuanya tersadarkan....
BalasHapus